Oleh: Ishak Hariyanto
Kedatangan bulan ramadhan tidak lama lagi, dan
kedatangan bulan nan suci ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi
umat muslim dunia. Datangnya bulan ramadhan bagi pengamatan penulis
berbeda. Perbedaan ini tentu tergantung dari sudutpandangyangdigunakan. Bulan ramadhan memang selalu dinanti-nantikan oleh semua umat Islam dan
menyambutnya merupakan hal yang sangat indah. Penyambutan bulan ramadhan di
berbagai tempat memiliki keunikan tersendiri dan bahkan penyambutannya dengan
cara yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan dan kebiasaan suatu masyarakat,
dan inilah yang disebut dengan relativisme budaya. Meskipun demikian, bulan ramadhan
yang dinanti-nantikan telah tiba, namun dalam menjalankannyakita masihsebatasfun kata sebagianorang sebagai candaan.Namun
candaan tersebut tidak bisa dipungkiri, karena keberadaannya sangat nyata,
taruhlah seperti;kita mengaji, berdoa,dan bahkan shalat tarawih tak lupa
menjepretnya dengan lensa camera, seolah-olah hanya sebatas fun semata. Akhirnya masyarakat sibuk
menyambut bulan ramadhan hanya sebatas simbol semata, alih-allih ramadhan dipandang
sebagai bulan penebus dosa,bulan tiket masuk syurga,dan kita sibuk
berlomba-lomba untuk mencari tiket penebusandosa tersebut.Berpuasa,
kita masih belum beranjak dari orientasi simbol dan kita terus bersenggama
dengannya. Namun, kapan kita akan berorientasi pada meaning ramadhan yang berarti
selalu menahan diri dari segala yang dapat merusak puasa.kedatangan.
Ramadhan kepada
kita pada dasarnya sebagai ujian untuk menjadi lebih baik dan terus menyebarkan
cinta tuhan kepada sesama, namun cinta itu kadang terhalang oleh keegoisan
manusia untuk ingin dihormati, dihargai, dan disanjung-sanjung, namun kita
tidak bisa menghormati orang lain. Apabila seperti ini maka kita belum beranjak
dari lingkaran simbol ramadhan, namun nuansa dan nilai-nilai ramadhan tergusur.
Pada saat ini Ramadhan akan meninggalkan kita semua, dan semua orang ingin
bersenggama lebih lama dengannya, maka sejak itu orang sibuk mengejar pahala
dan menantikan malam seribu bulan atau disebut dengan malam lailatul qadar. Bagi
penulis orang yang bersenggama dengan bulan ramadhan dan yang akan mendapatkan
nilai-nilai malam lailatul qadar tersebut hanya orang-orang yang tidak terjebak
dalam nuansa simbol, yang hanya mengugurkan kewajiban dan sibuk dengan segala
kemewahan makanan, sehingga puasa dimaknai sebagai konsumsi besar-besaran dan
sibuk mengoleksi makanan. Tak ayal jika orang sibuk mengkonsumsi berbagai macam
makanan, pakaian baru, dan kesibukan tersebut membuatkita lupa untuk selalu
solider dengan saudara-saudara kita yang masih mengharapkan keringanan tangan
kita untuk membantu mereka yang sedang membutuhkan. Oleh karenanya, dalam tulisan
yang singkat ini, penulis mengharapkan agar kita dalam menjalankan ramadhan tidak
hanya sibuk dengan mengkonsumsi simbol semata namun bersenggama dengan ramdhan
dengan penuh nilai yang mampu memberikan perubahan dalam ranah tindakan, dan
sikap. Bukan hanya mendengung-dengungkan pahala ramadhan, ceramahramadhan, yang
akhirnya terjebak di dalam simbol belaka. Mari kita menjalankan ramadhan dan
bersenggama dengannya lebih lama dan selalu ikhlas, solider dengan saudara-saudara
kita, dan menahan setiap nafsu amarah yang selama ini membelenggu kita, karena
di sanalah letak ujian yang harus kita lalui. Itulah yang disebut ramadhan
berkah yang selalu kita rindukandan tak ingin ditinggalkanolehnyadan bahkan ingin
bersengggama lebih lama dengannya. (selamat
membaca)
Comments