Catatan Kaki Sang Pembelajar



Tak merasa at home

"Kau tak tahu malu, menghinaku di depan orang banyak.. Sebenarnya kau hanya menutupi kebodohanmu hingga menghina dina diriku" kataku di dalam hati. Di sini praktik pembelajaran sabar yang selama ini terbaca. Kubiarkan saja ia berkata-kata hingga berbusa-busa dan aku hanya ingin belajar mendengarkan. Ku hirup nafas dalam-dalam, sambil tersenyum aku memperhatikan orang-orang mentertawakanku, mereka bahagia, tawa mereka lepas, tak ada beban, tak ada pikiran bahwa yang mereka tertawan adalah aku.. Aku jadi salah tingkah, mata-mata itu mamandangiku..Jujur aku merasa dongkol, tapi mampukah mereka merespon stengah malu ku ini dari raut wajahku yang merah padam?.. Hari telah senja dan mereka pun membubarkan diri.. Ingin ku menghindar dan tak lagi bertemu dengan mereka.. Kapanpun, di manapun# IGH. Pembelajaran.recognitif

Saat kau menertawakanku sebenarnya aku tahu bahwa kau memang tidak tahu apapun. Dan satu satunya kekuranganmu adalalah bahwa kau tidak punya kelebihan. Beginilah Yang terjadi oleh banyak aku Yang mengerti bahwa diriku sebenarnya adalah dalam dirimu. Kau adalah replikaku... Saat kau berasumsi seperti apapun tentangku bahwa sesungguhnya itulah dirimu Dan diriku... masih adakah kata kamu dalam diriku...? Sungguh aku tidak banyak tahu bahwa aku adalah aku Dan kamu.


Aku ini sebenarnya bukanlah aku, kau cincang-cincang tubuh ku, kau bungkus lalu kau buang, sebenarnya itu bukanlah aku.. Yang kau pegang adalah materiku, kau pisahkan ia dengan diriku yang satunya... Kau sebut itu dengan kehidupan.. Tanpa itu materiku tak bisa bergerak, tak bisa tumbuh berkembang seberat ini.. Apa yang ku rasakan ini adalah diriku yang lain, yang membedakanku dengan materi-materi yang lain, yang membedakanku dengan kehidupan-kehidupan yang lain.. Ini yang ku sebut kesadaran.. Kau boleh membunuh materiku, kau boleh meniadakan kehidupanku, tapi bagaimana kau bisa mencegah kesadaranku yang telah menular berabad-abad yang lalu

Segumpal daging yang terlalu kau banggakan akan meniadakan Aku dalam dirimu... dapatkah kau tetap bisa mengatakan bahwa aku adalah yang melekat dengan satu tarian tango dengan irama klasik yang semuanya kau anggap fisik...? Aku tahu aku yang di luar tidak punya kemampuan untuk bertemu aku yang kau harapkan, tapi dalam dimensi luarku kau pun tidak dapat melakukan yang kau anggap aku tanpa perantaraku... aku sangat kau butuhkan untuk syarat kau hadir dengan kesadaranku sekalipun aku hanyalah sebuah transit yang sebagian kaum akan menganggapku sebagai sampah saat aku sudah tak kau butuhkan lagi... berhentilah menganggapku tidak penting tapi kau harus menggandengku bersama sama ... Karena kutahu kita selalu menari di dua dimensi yang sama di alam intersubjektif ini.

Apakah kesalahanku adalah murni kesalahanku? Atau memang telah terjadi mis-kesadaran dalam dirimu.. Aku tak lagi mampu membedakan mana bagian dalam diriku yang bermain menentang pendapatmu.. Aku memang segumpal daging yang digerakkan oleh nafsu lalu kemudian dikontor oleh akal.. Lalu kesadaran yang mana yang membuatku merah padam menentangmu.


Hujan masih saja lebat, padahal aku sudah menunggu beberapa jam yang lalu.. Halte ini sudah berusia tua, coretan-coretan sejarah ratusan murid lalu lalan di tempat ini.. Menjadi saksi bisu bagi para kutu buku meniti sejarah mereka.. Rudi tiba-tiba hadir dengan senyum palsu kentara dalam hayalku.. Apa yang membuatku bertahan.. Apa yang membuatku tertahan? sedang Ali masih saja merengek cinta dariku.. Ali, apa yang kurang darinya? Dia pintar, aktif, ceria, namun sayang aku tak tertarik sedikitpun padanya.. 1001 kali ku menolak, 1002 ia sudah meminta cinta.

 Aku ini sebenarnya siapa, kapan dan di mana?.. Aku ada adalah identitas, sedangkan identitas adalah entitas.. Aku adalah bagian dari banyak komponen aku yang lainnya..aku tak pernah bisa sama bahkan sehari pun.. Aku tak bisa mengendalikan aku sepenuhnya, ia bekerja dengan tugas dan fungsinya masing2 menyangga satu visi yaitu aku yg hidup saat ini.. Apa yng harus kubanggakan dari aku yg tergabung ini, apakah aku materi itu? Atau kehidupan itu ataukah kesadaran.. Atau semuanya, atau tidak semuanya.

Hari sudah senja, matahari siap-siap berpamitan....detik demi detik berlalu, namun ia tetap saja duduk dalam lamunan "sungguh aku tak mampu mengendalikan diriku sendiri, lalu apa alasanku untuk mengindalikan orang lain" sambil membentur-benturkan kepalanya. "aku begitu egois, kuperbudak dia selama ini, ku anggap dia hanya sesuatu yang dapat ku manipulasi, sungguh... kejam nian diri ini", tampak dari kejauhan Abdy memanggilnya, melambai-lambaikan tangan. Ia tetap saja membatu dalam lamunan..tetes air mata mulai membasahi pipinya "ku anggap dia benda dan aku hanya melihat meterinya,... Bodohnya lagi.. takku hargai kehidupannya" tangisan itu menjadi jadi, waktu seakan terhenti dengan deraian air matanya yg tak mampu dibendung "ironisnya lagi kucampakkan kesadarannya"..
https://www.facebook.com/agusdediputraawan

Comments