FM LOBAR DALAM ARUS PERUBAHAN SOSIAL

“Telaah Globalisasi versus Karakter Mahasiswa Sasak Lombok Barat”
Oleh: Agus Dedi Putrawan[1]
agusdediputrawan@gmail.com

(sumber: facebook )



Bahan Diskusi

Dalam diskusi kali ini, saya ingin mengajak para pembaca untuk mengurai dua kata kunci yang nantinya akan kita bedah bersama-sama sesuai dengan bidang studi masing-masing. Namun terlebih dahulu ada baiknya pembahasan ini saya mulai dari perspektif keilmuan penulis yakni apa yang orang katakan ilmu “curiga” atau sosiologi politik.
Dua kata kunci yang penulis ajukan adalah “globalisasi” dan “mahasiswa Sasak” Lombok Barat. Baik, mari kita urai kata kunci pertama dengan seksama !.
Globalisasi dalam masyarakat dikenal dengan sebutan global atau mendunia, globalisasi diartikan di sini adalah proses, upaya dan usaha di mana satu idiologi yang berasal dari Eropa dan Amerika menjadi idiologi tunggal yang mempengaruhi dunia yang biasa disebut “modern” atau “modernisasi”. Contohnya; kemajuan teknologi, mobilisasi, transportasi dan telekomunikasi di Eropa dan Amerika masuk ke pelosok-pelosok desa.  Orang bangga ketika sudah disebut modern dan cenderung malu jika disebut ketinggalan zaman “gawah”. Listrik, Televisi, koran, radio, handphone internet, sudah masuk ke perkampungan. Orang sudah dengan gampang mendapat berita tentang sesuatu yang jauh melalui media masa. Orang sudah bisa bertegur sapa meskipun jaraknya ber mil-mil dengan handphone, Facebook, email, twitter, skype, dan lain sebagainya.
Namun tahukah anda globalisasi atau modernisasi adalah bentuk dari benturan antar peradaban “Clash of Civilization” (Samuel Hutington), antara agama, budaya (timur) dan teknologi (science) dari barat. Tampaknya teknologi memenangkan dirinya dalam perebutan hati manusia kontemporer saat ini. Agama, dan budaya masih/harus berfikir keras untuk mulai mendialogkan hal tersebut.
Sebenarnya jika kita telisik lebih jauh, kemajuan Eropa dan Amerika tidak lepas dari pola-pola perkembangan manusia yang menurut Ernest Gellner dalam teori Nation and Nationalism “Masyarakat eropa sebelum renaisans mengalami masa-masa sulit, kebodohan, perbudakan, monopoli raja dan Gereja membatasi ekspresi masyarakat sosial pada waktu itu, peralihan dari Hunter Gather Society ke Argo Literal Society membuka gerbang perubahan menuju Industrial Society, yang kemudian orang-orang sudah tidak terikat lagi kepada raja dan gereja, selanjutnya timbul istilah secular, capitalism, modernity, nationalism, socialism, akibat dari riak-riak perjuangan masyarakat eropa. Eropa sudah sukses dengan kemodernisasiannya, sekarang mari kita tengok dunia dalam skup yang lebih kecil yakni masyarakat sasak”. (Krismono)
 Gaggap Gembita abad 21 ini sebenarnya Eropa dan Amerika sudah masuk ke dalam Neo Modern, namun siapa bilang kita sudah di tahap ini..? Eropa dan Amerika wajar, karena mereka On the Track dalam sejarah (lihat. Max Weber, etika protestan and spirit of capitalism), Indonesia bagaimana? Lombok?.Lombok Barat? Ternyata kita adalah Negara berkembang yang masuk dalam tipe Negara Ketiga (negara-negara terjajah). Edward Said dalam bukunya orientalism mengatakan, “Negara ketiga di abad 21 adalah neo orientalism atau neo colonialism”.

Kata kunci ke dua adalah. “Mahasiswa Lobar”
Minimal ada dua pendekatan tokoh apabila kita ingin melihat karakter dalam suatu masyarakat. Pertama, menurut Emile Durkheim”jika ingin melihat orang (Lombok Barat) lihat lah masyarakatnya, karena masyarakat lah yang membentuk individu Lobar tersebut”. Kedua, menurut Max Weber “jika ingin melihat Masyarakat (Lombok Barat) lihat lah individu-individu-nya, karena individu-individu lah yang membentuk masyarakat Lombok Barat ”.
Saya akan memakai pendekatan Emile Durkheim untuk melihat karakter mahasiswa Lombok Barat, karena pendekatan Durkheim lebih mudah difahami dalam diskusi ini.
Durkheim menekankan bahwa tugas intelektual yang concern terhadap masyarakat adalah mempelajari apa yang disebut fakta-fakta sosial. Fakta sosial mencakup representasi mental yang dimiliki bersama oleh individu-individu dan hubungan actual dalam pemersatuan individu-individu. Ia membayangkan fakta sosial sebagai kekuatan (force) dan struktur yang bersifat eksternal dan memaksa. (awik-awik desa, aturan adat, agama, hukum, dll).Contoh; individu dilahirkan dalam masyarakat tertentu dan dibatasi untuk bertindak menurut representasi kolektif (keluarga, masyarakat) yang berlaku dan di dalam hubungan sosial yang mapan.
Menurutnya semua tindakan individu “dibatasi” oleh faktor sosial di luar dirinya. Istilah paling umum untuk “batas” ini adalah solidaritas sosial. Ada dua bentuk solidaritas. Pertama, solidaritas mekanik, Kedua. Solidaritas organik. Karakter mahasiswa lobar masuk ke mekanik atau organik di bawah akan di bedah dengan seksama.
Solidaritas mekanik dicirikan, masyarakat kesukuan “elementer”, yang diorganisasikan di seputar kesamaan, primitif dan homogenitas, sedangkan solidaritas organik dicirikan, masyarakat dengan pembagian kerja yang luas dan yang memiliki pola saling ketergantungan.
 Penjelasan.
·      Pertumbuhan populasi di masyarakat (Lombok Barat) primitif  meningkatkan perbedaan sosial, mengurangi kemungkinan solidaritas mekanis dengan melemahnya adat istiadat dan budaya tradisional yang telah menyatukan mereka. 
·      Perluasan pembagian kerja cenderung disertai oleh peningkatan egoisme dan anomi, meski Dukheim melihat ini adalah sebuah fenomena tradisional.
·      Perbedaan sosial di seputar fungsi khusus menghasilkan saling ketergantungan yang terus meningkat dari individu dan ini menjadi dasar dari sebuah bentuk solidaritas social yang baru (solidaritas organic).
·      Solidaritas organic ini dapat dicapai ketika sebuah pembagian kerja yag kompleks dan tingkat individualism yang tinggi digabung dengan sebuah aturan moral mengenai hubungan kontraktual.
Kesimpulan
ü  Hal yang ditakutkan dari globalisasi adalah tergerusnya agama dan budaya lokal, lalu bagaimana komentar anda tentang Lombok Barat?
ü  Rupanya Mahasiswa Lombok Barat sudah masuk ke tahap solidaritas organik dengan pembagian jurusan dengan profesionalitas masing-masing. Namun masih sebatas fisik, dalam alam pikiran dan tindakan mereka masih bersemayam agama dan budaya Sasak dengan solidaritas mekanik-nya.[2]     




[1] Mahasiswa Pascasarjana Uin Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jurusan Studi Politik dan Pemerintahan dalam Islam.
[2] Semoga bermanfaat, Sekian dan Terimakasih

Comments